Mata yang terpejam pulas terpaksa kubuka sebelum ayam berkokok dan sebelum muadzin menyeru kalam Ilahi kutelah
dahulu bersibuk dengan isi tasku. Kuisi tas dengan bekal makanan, buku-buku dan
pakaian cadangan.
Telah berkobar api semangat pecinta
alam di dalam diriku. Bagaimana tidak, setelah beberapa hari berkelut dengan
teori. Kini saatnya Aku menantang ujian nyatanya. Di saat Aku tengah
mempersiapkan diri seseorang datang menghampiri.
“Hoamm,
Roni semangat sekali kamu nak?” tanya ibu yang masih terlihat mengantuk.
“Haha,
iya bu, kan hari ini Roni akan raffling bersama teman-teman pecinta alam.”
Jawabku dengan semangat.
“Wahh
hebat, kamu seperti ayahmu waktu muda dulu ya. Hati-hati nanti disana ya nak..”
kata ibu tersenyum.
“hihi,
iya bu siap deh..” kataku dengan yakin.
“Oh
iya Roni, siapa Instrukturnya?” tanya ibu.
“Instrukturnya
dari bapak-bapak TNI di Paskhas bu, kan nanti Roni Rafflingnya di Tower Paskhas
tuh bu.” Jawabku sambil mengemaskan perlengkapan.
“Wahh
TNI, nanti kalo ketemu Pakde mu ibu salam ya..!” kata ibu.
“Iya
bu siap, tapi kalo ketemu ya bu.” Jawabku.
“Allahu
Akbar, Allahu akbar...” Suara Adzan dari masjid sekitar.
“Nahh...,
tuh Adzan subuh ron, sekarang solat dulu, berdoa biar nanti lancar.” Kata ibu.
“Oh
iya bu.” Kataku sambil bergegasmengambil air wudlu.
Kemudian kuberwudlu dan berganti
pakaian koko bersama sarung solatku. Akupun bergegas keluar rumah menuju masjid
dekat rumahku.
“Hey
ron, tumben kamu subuh di masjid?” tanya om Teja tetanggaku.
“Ehh,
ada om Teja. Aduhh, jadi malu. Ketahuan deh kalau Roni jarang subuh di masjid.”
Jawabku sambil tersenyum malu.
“Haha,
kamu ini ron..” kata om Teja sambil menepuk bahuku.
“Tadi
saya bangun subuh sekali om. Yaaa, mau ngemaskan barang, soalnya nanti siang
Roni mau Raffling di Paskhas om..” kataku.
“Ohh,
om sih nda heran. Lanjutkan!!” kata om Teja tersenyum.
Setelah solat subuh terlihat sang
mentari menampakan dirinya. Pemanasan pun kulakuakan di pekarangan rumah
sebagai sarapan untuk kegiatanku hari ini. setelah itu barulah Aku sarapan
makanan telur dan susu yang ibu siapkan.
“Bu
dan ayah, Roni pamit dulu, jangan lupa doain ya..” kataku terburu-buru.
“Iyoo
le, wess ndang lungo engko terlambat..” kata ayahku berbahasa jawa.
“hehe,
iya yah sipp..” jawabku sambil memasang sepatu.
Aku pun langsung menuju motor, lalu
kuhidupkan mesin dan kupacu kencang di jalan. Terlihat jalanan masih terlihat
sepi. Sesampainya di SMA, teman-temanku sudah menunggu disana, ada Adit, Dina,
dan Faisal, serta 6 orang lainnya yang belum datang.
“Heyy
ron, lama sekali..” tanya adit si ketua kelompok kami yang terlihat kesal.
“Hehe,
maaf dit. Tadi sarapan dulu.” Jawabku malu.
“Aduhh
ni yang lain pada kemana ya..? lama banget.” Tanya Dina kepada Faisal.
“Itulah
betul, kalau terlambat kan malu.” jawab Faisal pada Dina.
Tak lama kemudian satu demi satu
keenam temanku pun datang. Terlihat mereka memasuki gerbang sekolah.
Setelah semua berkumpul Adit selaku
ketua memastikan kesiapan kami secara fisik, psikis dan logistik. Kemudian kami
bergegas menghidupkan motor dan segera memacu motor menuju Tower Raffling di
Paskhas TNI. Sesampainya disana, suasana militer langsung mengejutkan kami.
Terlihat didepan gerbang ada seseorang dengan baju loreng bersenjata lengkap
dan memasang wajah sangar tengah berjaga di Pos. Terlihat pula para serdadu
satria mandala tengah membersihkan pekarangan, ada juga yang memancing, dan ada
pula yang tengah olahraga.
Kami pun memarkirkan motor diparkiran
dekat Main Battle Tank. Seketika itu mata kami tertuju pada tentara yang sedang
memegang tali Karmantel, Webbing, tali Prusik, Carabiner, Figure of Eight dan
Sarung Tangan serta Helm keselamatan. Kami sangat akrab dengan alat-alat
tersebut.
“Hey
adik-adik, ayo kemari!” terlihat Letkol Santoso selaku Instruktur kami
memanggil.
“Siap
pak!!” jawab kami dengan kompak dan tegas ala tentara.
Kami menghampiri mereka, Letkol
Santoso memberi beberapa arahan pada kami. Terlihat tentara yang lain sedang
memasang tali Karmantel di puncak Tower. Kami pun diberi Webbing, Carabiner,
Figure of Eight, Sarung Tangan dan Helm keselamatan supaya saat kami melakukan
Raffling bisa safety.
Mentari tampak terlihat sempurna
dengan pancaran sinarnya yang hangat. Juga terlihat kami semua sudah siap untuk
aksi.
“Ayoo,
semua sudah siap. Siapa yang ingin terjun
duluan?” tanya Letkol Santoso.
“Saya
pak..!” jawabku mengacungkan tangan sambil memberanikan diri.
Seharian penuh kami melakukan Raffling
dimana kami melakukan aksi turun dari atas Tower yang tingginya sekitar 35
meter hanya dengan seutas tali. Kami dibantu oleh bapak-bapak TNI yang sangat
bersahabat. Alhamdulillah, semua dari kami kebagian kesempatan untuk melakukan
Raffling, meskipun ada yang sampai menangis takut, ada juga yang nafsu sampai
berkali-kali mencoba, bahkan sampai ada insiden saat kerudung Dina tersangkut
di Figure of Eight. Namun untungnya salah seorang tentara dengan sigap langsung
menyelamatkan Dina, dan kemudian kondisi pun kembali aman.
Tak terasa badan terlihat lusuh,
terasa capek, lemah namun masih tetap semangat. Juga terlihat dari jauh senja
datang menghampiri. Ini adalah sebuah pengalaman berharga kami, teori saja
tidak cukup tapi harus di praktekkan. Karena sebuah pribahasa pernah mengatakan
“Seribu pendapat akan selalu terasa
berbeda ketika sekali dicoba”. Kami pun pulang ke rumah dengan hati yang terisi
semangat.
~Sekian~ Karya: I'ib Persada
0 Comments
Silahkan berkomentar dengan bijak dan santun.